Review Film Jepang: ReLIFE (2017), Menemukan Cinta dan Harapan di Masa Lalu






Bercerita tentang seorang lelaki berusia 27 tahun yang mengikuti sebuah program bernama ReLIFE. Ia mendapat kesempatan untuk menjadi lebih muda 10 tahun dengan tujuan untuk mengubah masa depan (masa sekarangnya) yang sedang kesulitan. Program ReLIFE ini berlangsung selama setahun.

Film ini diangkat berdasarkan manga dan anime dengan judul yang sama. Bergenre drama dan mengangkat fiksi sains berupa kemampuan untuk menjadi lebih muda.

Diperankan oleh Taishi Nakagawa, karakter Arata Kaizaki muncul dalam versi usia 27 dan 17 tahun. Dua-duanya cocok, selain karena detail karakter dan make up, pembawaan Arata dalam tingkahnya juga terlihat mirip tapi agak kagok. Chizuru Hishiro, yang diperankan oleh Yuna Taira digambarkan sebagai orang yang agak canggung ketika bergaul dan tidak bisa tersenyum. Chizuru yang tidak bisa tersenyum, benar-benar berhasil dibawakan apalagi Yuna mampu membuat cengiran horor ala orang ga bisa senyum dan menyebutnya sebagai senyuman. Tiga karakter lainnya adalah teman baru di SMA Arata, Kazuomi Oga (Mahiro Takasugi), Rena Kariu (Elaiza Ikeda), An Onoya (Sae Okazaki). Tidak ketinggalan pula Ryo Yoake (Yudai Chiba) yang berperan sebagai agen dan peneliti yang menawari Arata pil yang mebuatnya terlihat lebih muda.

Arata menjadi lebih muda karena ditawari dan berminat untuk mengikuti program ReLIFE. Ia mendapatkan banyak pengalaman baik itu menyedihkan maupun menyenangkan. Selama program, ia menjalin persahabatan ala anak SMA dengan Kazuomi Oga, Rena Kariu, An Onoya dan Chizuru Hishiro.

Ada beberapa kejadian yang menunjukkan bahwa Arata lebih tua dari teman-temannya dan dia masih belum terbiasa kembali lebih muda 10 tahun dari sebenarnya. Misalnya dengan adanya MD Player milik Arata, yang tren di masa Arata muda sedangkan sekarang sudah tidak populer. Atau pada hari pertama sekolah, Arata ketahuan membawa rokok bahkan keceplosan mengatakan bahwa ia biasa merokok. Pun juga ketika ia mengetahui bahwa usia gurunya di sekolah lebih muda dari usia aslinya, ia keceplosan.

Masa SMA tentu tidak akan lepas dengan yang disebut dengan cinta monyet. Begitupun Arata yang menemukan cintanya di SMA. Di sisi lain Arata ingin berpacaran dengan perempuan yang ia sukai, namun ia merasa bersalah bahwa ia adalah peserta program dan bukan anak SMA sesungguhnya. Ketahuan di menjelang akhir cerita, perempuan yang Arata sukai juga menyukai Arata. Namun mereka sama-sama merasa bahwa itu kesempatan akhir mereka bertemu di SMA, jadilah mereka tidak berpacaran.

Akting semua pemainnya menarik. Terutama Chizuru dan Arata. Tapi tetap tidak ketinggalan kisah cinta malu-malu antara Oga dan Kariu beserta karakternya juga masih menarik.

 Dalam film ini masih terasa nuansa Jepangnya, bukan hanya dari bahasanya tetapi juga dari 
penggambaran ekspresi dan akting para aktornya. Sempurna dalam menggambarkan perjalanan setahun ReLIFE Arata, musim seminya indah, pun perayaan tanggal-tanggal penting di Jepang juga digambarkan dalam film ini.

Akhir ceritanya terbuka, tidak benar-benar happy ending seperti yang disukai oleh kebanyakan orang. Saya sarankan, jika Anda penyuka akhir bahagia lebih baik Anda juga menonton anime-nya, agar hasrat Anda mengenai akhir bahagia terpenuhi. Karena sayapun melakukan hal itu, hehe.
Cerita yang segar, pemeran yang apik dan karakter yang kuat dari tiap tokohnya, membuat saya jatuh cinta dengan film ini. 8 dari 10 untuk ReLIFE! (H)

Comments

Post a Comment